Tempurung buat Ibu

on Minggu, 10 Januari 2010


Suatu kisah pada rumah yang bahagia,awalnya mereka tidak terlalu rusuh dengan kehadiran ibu tua itu. Sebagai seorang anak yang dilahirkan dari rahim ibunya, Tono tidak tega membiarkan ibunya hidup terpisah semenjak bapak Tono meninggal.Dan Tini Istrinya juga tidak keberatan, apalagi perempuan itu merasakan sangat besar kegunaan mertuanya di rumah. Ibu itu masih bisa membantu-bantu pekerjaan rumah tangganya sehingga tertolong sedikit meskipun dia tidak punya pembantu.

Namun semenjak hamilnya makin besar dan dilihatnya si ibu mertua tambah menjadi-jadi batuknya, dadanya yang lemah kian kempis dan kadang memuntahkan darah, Tini mulai bingung. Kalau ibu yang sakit paru-paru itu tidak segera diungsikan,maka ia khawatir penyakitnya akan menular dan membahayakan anaknya yang akan lahir.

Maka, setelah merasa hampir dekat melahirkan, Tini berkata kepada suaminya, “Bang, penyakit Ibu sepertinya makin menjadi dan sepertinya penyakit yang menular. Jadi kita harus mencarikan jalan supaya anak kita nanti jangan bergaul dengannya.”

“Tono kaget mendengar bicara istrinya ini. “Maksudmu?”

“Kita harus berpisah dari Ibu,” jawab Tini.

Tono termenung mendengar permintaan istrinya. Sebetulnya ia merasa berat terhadap ibunya. Namun, karena istrinya mendesak terus dan ia menganggap alasan istrinya cukup kuat, terutama demi anak mereka, maka Tono membuatkan gubuk kecil di pekarangan belakang rumah. Dengan perasaan yang berat ia menyuruh ibunya pindah dan tinggal di gubuk itu.

Ibu itu adalah seorang mertua dan nenek yang baik. Ia tahu diri. Ia menganggap umurnya adalah sisa-sisa kesenangan hidup yang pernah dinikmatinya. Maka tanpa sedih sedikit pun ia pindah ke gubuk itu.

Mula-mula segala kebutuhan ibunya itu masih diperhatikan sekali. Namun, sesudah anak mereka makin besar dan kesibukan bertambah, seluruh perhatiannya cuma ditumpahkan kepada Tina anaknya yang manis dan pintar itu. Sampai nasib ibu tua yang di gubuk itu sering terlantar. Piring dan gelas buat makan atau minumnya sudah lama pecah, sampai lupa menggantinya dengan yang lain. Sehingga untuk makan dan minumnya si nenek terpaksa menbuatnya dari tempurung kelapa.

Adapun Tini sama sekali melarang anaknya dekat-dekat dengan gubuk yang terdapat di belakang rumah. Dalam usia tiga tahun itu, Tina tidak tahu bahwa yang tinggal di gubuk tersebut adalah neneknya sendiri. Sebab ia pasti akan dimarahi oleh bapak dan ibunya kalau bermain –main mendekati tempat itu.

Namun, pada suatu hari karena penasaran, Tina berhasil menyelonong ke sana, karena kebetulan hari itu bapak dan ibunya tidak di rumah. Dengan mengendap-endap ia mengintip melalui lubang pintu. Dilihatnya ada seorang perempuan tua sedang duduk di atas dipan rombeng. Rambutnya sudah putih semua dan badannya bungkuk. Dasar seorang anak yang berani, menyaksikan pemandangan itu bukannya takut, malah dia gembira. Dengan mulutnya yang kecil itu ia memanggil-manggil.

“Nek, nenek tua, bukakan pintu, Nek.”

Alangkah gembiranya wajah nenek itu di dalam gubuknya. Tiba-tiba darah segar membesit memerahkan warna mukanya. Matanya bersinar lantaran suara itulah yang selama ini di rindukannya. Sambil terseok-seok ia berjalan ke pintu, lantas di bukanya.

“Siapa kamu, Nak?” tanya nenek itu.

“Tina,” jawab si gadis cilik.

“Oh, cucuku. Dimana bapak dan ibumu?”

“Pergi,” sahut Tina.

“Pergi kemana?” tanya si nenek tambah gembira.

“Entahlah, katanya jauh,” jawab Tina. “Saya ingin masuk, Nek.”

Betapa bahagianya nenek itu dapat menggandeng cucunya memasuki gubuk tersebut. Hingga tengah hari Tina bermain-main di situ. Rupanya anak kecil itu haus. Ia merengek kepada neneknya, “Nek, minum.”

Dan Si nenek mengambil tempurung kelapa. “Nenek tidak punya gelas, buat minum.” Gadis cilik itu heran.

“Memang nenek ini siapa sih, tidak punya gelas?”

“Aku adalah nenekmu, ibu dari bapakmu.”

“Kenapa tidak punya gelas?”

“Orang tua tidak boleh pakai gelas.” Nenek itu katakan.

Demikianlah, ketika sudah puas bermain-main di situ, Tina permisi pulang. Untung waktu itu Tono dan istrinya belum kembali. Jika sudah, pastilah si nenek yang akan di marahi. Dan kejadian ini sering terjadi tatkala kedua orang tua Tina pergi meninggalkannya.

Dan Akhirnya Tina meminta kepada kedua orang tuanya untuk dibawakan sebuah tempurung. Tiap hari selalu Tina merengek-rengek minta agar di bawakan tempurung kelapa. Dengan penasaran Tono mencarikan tempurung. Setelah Tono mendapatkanl tempurung, Tini bertanya kepada anaknya,”Buat apa Tina minta tempurung ini ?”

Tanpa berpikir si cilik menjawab, “Bakal tempat minum Ibu kalau Ibu sudah tua.”

Terkejut Tono dan istrinya mendengar jawaban ini. Mereka bertanya, “Mengapa begitu?”

Dan Anak kecil itu menjawab, “Nenek Tina yang tinggal di gubuk itu juga menggunakan ini untuk makan dan minum. Nanti kalau Tina sudah besar dan Ibu sudah tua, Tina akan kasih tempurung ini buat Ibu.”

Mendengar jawaban ini sadarlah Tono dan Tini akan kelakuan mereka. Tiba-tiba mereka takut akan anacaman Allah bagi anak-anak yang durhaka. Maka semenjak itu berubahlah sikap mereka terhadap orang tuanya dan yang menyadarkan mereka justru seorang anak kecil yang manis.

Hormat Kami,
FIKRI SENADA M, ST
Bersama Putra Asli BENGKULU, Sahabat Semua SUKU : ayo… Benahi BENGKULU, perbaiki CITRA..

1 komentar:

hera mengatakan...

semoga kita bisa mengambil hikmah dari notes ini...

ingatkan diri sendiri untuk jangan pernah melupakan orang tua kita

Posting Komentar