Bicara yang Baik atau DIAM!! (Part 2)

on Minggu, 10 Januari 2010


“Tiada suatu ucapan pun yang diucapkan melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.” (QS. Qaaf: 18)

Maha Pengasih dan Penyayang Allah yang telah melimpahkan segala nikmat kepada hamba-hambaNya yang beriman. Tak sedikit dosa-dosa para hamba Allah yang tumpah ke bumi dan kemudian naik ke langit, tapi semuanya terbalas dengan rahmat dan ampunanNya.

Sungguh kasih dan sayang Allah tak pernah bertepi. Siang dan malam silih berganti, waktu pun terus bergulir menggilir masa. Selama itu pula, dosa-dosa manusia mengalir menodai kesucian langit dan bumi. Namun, ampunan dan sayangNya senantiasa berlimpah. Sungguh terpancar kasih sayang itu melalui firmanNya dalam sebuah hadits Qudsi. “Wahai hamba-hambaKu. Sesungguhnya kamu senantiasa berbuat salah dan dosa, siang dan malam. Dan Aku senantiasa mengampuni dosa-dosa itu semuanya.”

Di antara dosa yang nyaris tak henti adalah apa yang kerap diperbuat lidah. Anggota tubuh yang satu ini memang tergolong lincah. Tak jarang, ia menjadi liar tanpa kendali. Ada banyak upaya memagarinya agar tetap bergerak dalam bingkai rihda Allah. Di antara upaya itu adalah:

1. Sibukkan lidah dengan dzikrullah
Kepunyaan Allah segala yang di langit dan di bumi. Termasuk lidah yang Allah amanahkan dalam diri manusia. Walau lidah punya posisi menentukan, tapi ia tetap alat. Ia akan melakukan apa yang ingin diperbuat manusia.

Ucapan yang paling mulia adalah ucapan tentang sesuatu yang teramat mulia. Dan tidak ada sesuatu yang paling mulia, agung, dan bersih selain Allah swt. Dzikrullah menggiring lidah senantiasa berada pada kemuliaan, keagungan, dan kebersihan. Bahkan, dalam lidah seseorang, dzikrullah bisa menggetarkan diri dan hati orang lain.

Lidah seorang mukmin tak akan pernah kering dari dzikrullah. Karena, itulah ciri utama mukmin yang tak akan pernah luntur dan pudar. Berdiri, duduk, dan tidurnya pun tak luput dari dzikrullah. Dari Ibnu Umar berkata, Rasulullah saw bersabda, “Janganlah kalian banyak bicara selain berdzikir kepada Allah Ta’ala, karena hal itu akan membuat hati menjadi keras. Dan sesungguhnya manusia yang paling jauh dari Allah Ta’ala adalah orang yang berhati keras.” (HR. Turmudzi)

2. Hadiahi lidah dengan ucapan terbaik
Selain dzikrullah, masih ada peluang lain buat manusia untuk menghadiahi lidah dengan sesuatu yang terbaik. Ia menjadi terbaik karena isi perkataannya mengajak manusia lain kembali kepada Allah. Kembali dari kegelapan kepada terang benderang. Kembali dari keterbelakangan menjadi peradaban gemilang. Kembali dari kesesatan kepada hidayah Allah swt yang paling benar.

Allah swt menyebut tentang ucapan terbaik itu dalam surah Fushshilat ayat 33. “Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh dan berkata, ‘Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri.”

Fitrah semua hamba Allah pada hakekatnya tak akan berubah: patuh dan tunduk kepada Allah swt. Ketika kesibukan manusia berada pada rel Allah, di situlah ia akan menemukan ketenangan, kedamaian sejati. Begitu pula dengan lidah. Hadiah berupa kesibukan menyeru manusia kembali kepada Allah akan menjadikan lidah tetap terjaga pada rel yang semestinya. Jika kesibukan itu hilang, lidah akan mencari-cari kesibukan lain yang menyebabkan pemiliknya terpeleset dan terjatuh tak mengenakkan.

3. Bayangkan balasan sebelum bicara
Tak satu pun anggota tubuh manusia yang aksinya punya dampak besar selain lidah. Dengan lidah, sekelompok orang bisa saling berperang. Bahkan, dunia yang damai bisa gersang dan menakutkan lantaran kejahatan lidah.

Manusia yang memanja lidah bertindak semaunya akan punya dampak buat orang itu sendiri, dunia dan akhirat. Di dunia, orang akan mengucilkan karena khawatir menjadi korban. Dan di akhirat, inilah balasan final yang sangat membahayakan lebih dari bahaya apa pun, akan dibalas Allah dengan siksa neraka. Rasulullah saw bersabda,

“Ada hamba yang mengucap satu kalimat tanpa ia pikir baik-buruknya kalimat itu, menyebabkan ia tergelincir ke dalam neraka, yang lebih jauh daripada antara timur dan barat.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Kelak, ada orang-orang yang tanpa sadar terjatuh dalam murka Allah disebabkan lidah. Rasulullah saw menggambarkan hal itu dalam sebuah hadits. “…Dan sesungguhnya ada orang yang mengucapkan satu kalimat yang membuat murka Allah, yang tanpa ia sangka akan sampai sedemikian rupa, kemudian Allah mencatat dalam kemurkaanNya sampai hari ia bertemu denganNya.” (HR. Malik)

4. Kalau tak ada ucapan yang baik, diamlah
Sedemikian besarnya bahaya lidah, Rasulullah saw. menganjurkan mukmin memilih diam daripada sekadar bicara. Dari Abi Hurairah r.a., Rasulullah saw bersabda, “Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah ia selalu berkata baik atau hendaklah ia diam.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Diam punya resiko lebih ringan ketimbang asal bicara. Dan seorang mukmin terukur mutunya saat ia bicara. Orang yang punya mutu diri tinggi akan berhitung sebelum bicara. Dan biasanya, orang yang kadar mutunya rendah, terlalu mudah mengumbar kata. Lidahnya lebih lincah dari akal dan hatinya. Semoga Allah melindungi kita dari model manusia seperti ini.


5. Luruskan ucapan sebelum orang lain yang meluruskan
Kehati-hatian adalah ciri khas hamba Allah yang bertakwa. Mana yang bisa dilakukan, mana yang tidak. Mana yang layak diucapkan, mana yang tidak. Perkataan punya dampak yang begitu luas: politik, ekonomi, sosial, dan lain-lain. Termasuk di dalamnya pertahanan dan keamanan. Bayangkan, jika seorang pejabat tinggi sebuah negara, asal tuduh kepada suatu kelompok sebagai pelaku tindak kriminal, tentu akan punya perlawanan yang luar biasa.

Namun, bicara atau diam, dua-duanya bisa menjadi senjata setan. Orang yang asal bicara, akan menjadi senjata empuk setan sebagai alat adu domba. Dan orang yang super pendiam, terlebih lagi seorang pejabat tinggi, pun akan menjadi senjata setan untuk mendiamkan kebobrokan umat. Dan ini pun akan mendapat pelurusan yang tak mengenakkan.

Berhati-hatilah dengan lidah dan ucapan kita. Karena ia bisa menjatuhkan, dan menjerumuskan kita kedalam jurang kehinaan dan kebinasaan. Sadarkan lidah bahwa ucapan harus punya makna. Kemuliaannya berarti kemuliaan anggota tubuh lainnya. Dan, kecerobohannya adalah kehinaan anggota tubuh semuanya. Jangan biarkan sang pencatat keburukan menulis apa pun dalam suratan hidup kita.

Hormat Kami,
FIKRI SENADA M, ST
Bersama Putra Asli BENGKULU, Sahabat Semua SUKU : ayo… Benahi BENGKULU, perbaiki CITRA..

0 komentar:

Posting Komentar