NUNDANG PADI

on Sabtu, 02 Februari 2013

RITUAL NUNDANG PADI di desa Selali Kecamatan Pino Raya Kab. Bengkulu Selatan


Kabupaten Bengkulu Selatan memiliki sebuah ritual yang saat ini masih dijaga dengan baik oleh masyarakatnya, yakni : ritual menundang padi dan benih yang dilakukan masyarakat di daerah Selali Kecamatan Pino Raya Kabupaten Bengkulu Selatan. Sebab pada zaman dahulu Kabupaten Bengkulu Selatan merupakan salah satu lumbung padi di Provinsi Bengkulu, oleh karena itu sejak zaman dahulu masyarakat Bengkulu Selatan selalu berusaha agar hasil panen padi mereka melimpah. Dan Sebelum melakukan proses penanaman bibit, masyarakat Bengkulu Selatan selalu melaksanakan ritual menundang padi dan benih. Konon ceritanya ritual ini dibawa oleh Raja Pagaruyung yang berasal dari Tanah Minang dan pada ritual ini semua tarian tradisional Bengkulu Selatan ditampilkan.

1.1         Riwayat Singkat Raja Pagaruyung
Konon kabarnya Raja Pagaruyung adalah keturunan Sultan Hidayatullah Iskandar Zulkarnaen yang merupakan anak dari Sultan Hidayatullah.
Sultan Hidayatullah Iskandar Zulkarnaen adalah Sultan yang menaruh kayu keramat, dan kemudian dibagi menjadi tiga bagian :
1.    Sebagian diberikan kepada Sri Sultan Maharaja Alip yang mempunyai Kerajaan di dalam Ruhum.
2.      Sebagian diberikan kepada Sri Sultan Maharaja Jepang yang turun ke negeri Cina.
3.    Sebagian tinggal kepada Sri Sultan Maharaja yang turun kepada Tanah Pagaruyung  di dalam alam Minangkabau.
Anak Cucu yang tinggal di Minangkabu ada tiga orang yang dinobatkan sebagi Raja, yaitu:
1.    Seorang Raja Adat di Pulau Emas ditetapkan di Pagaruyung (Sumatera Barat) dengan gelar “Raja Mangkoto Alam”
2.  Seorang Raja di Tanah Ruhum, di sebelah kanan Pulau Emas dengan gelar “Raja Mengintar Alam”
3.    Seorang Raja di Tanah Siam, disebelah kiri Pulau Emas dengan Gelar “Raja Malinggang Alam”
Raja Mangkoto Alam merantau ke desa Selali Kecamatan Pino Raya Bengkulu Selatan dan beristerikan orang Selali sampai sekarang keturunannya masih banyak yang tinggal di desa Selali dan Sekitarnya, antara lain : Bakri yang merupakan penerus tahta Raja Mangkoto Alam, Arpun yang merupakan penerus tahtah Raja Limpar Alam, dan Wasilunmutminia yang merupakan penerus tahta Raja Lindung Sari. Sedangkan daerah-daerah pengembaraan Raja Pagaruyung semasa hidupnya adalah sebagai berikut:
Dari Minangkabau beliau merantau ke Sungai Hitam, kemudian kembali lagi ke Minangkabau selanjutnya ke sebelah Barat Jawa, ke Muko-muko, ke Rejang Bangkahulu, ke Ulu Pino (Napalan), ke Talo (Teluk Merampuyan), ke negeri Rawa Kikim (Semendo Barat), ke Banten, ke Ambon, ke Johor, ke Jawa, ke Bali, ke Palembang, ke Pasmah, ke Semendo, ke Tanah Anak Gumai (Pino), ke Tanjung Raya (Tungkal), ke Musi Empat Lawang, ke Teluk Indera Giri, ke Rawa Si Kelawi  (Lampung), ke Kuto Sembilan Laras (Palembang), ke Tanjung Sungai Ngeang (Sumatra Barat), kemudian mengahadap raja Muda lalu ke tanah Aceh dan kembali lagi ke Selali (Pino Raya) beristerikan orang Selali dan menetap di desa tersebut.

a)   Sejarah Timbulnya Ritual Menundang Padi dan Benih
Menurut Alkisah sejarah terjadinya upacara Adat Menundang Padi dan Benih berawal dari kisah Adam dan Hawa saat diturunkan ke dunia akibat melanggar larangan Allah.
Ketika tiba di alam dunia mereka tidak tahu harus berbuat apa untuk memenuhi tuntunan jasmani, baru terasa oleh Adam dan Siti Hawa setelah tiba di alam dunia. Oleh sebab itu Adam memohon kepada Allah. kemudian Allah menurunkan sebutir biji padi yang besar dan harus didundang dalam laut Senggiringan di Seribu Pintu Ngatus oleh Peruli (dewa) Sembilan.
Setelah didundang (dibersihkan/dikembangkan) timbulah 5 (lima) biji padi kecil-kecil yang oleh Peruli Sembilan diberi nama :
1.            Padi Saleah (aneh)
2.            Padi Saleah Kecil (harum baunya)
3.            Padi Serasai (padi kemang/bersih)
4.            Padi Cina (tidak kelihatan)
5.            Padi Pulut (ketan)
Dari kelima jenis padi inilah diperkirakan oleh Peruli Sembilan sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup Adam dan Hawa beserta keturunannya.
Oleh karena itu Puyang yang datang dari Minangkabau merasakan bahwa padi adalah sangat penting dan tinggi nilainya dalam kehidupan manusia. Untuk menghormati dan menghargai padi diperintahkan kepada segenap anak cucunya untuk melakukan kegiatan menundang padi dan benih. Acara menundang padi dilaksanakan selama 9 (sembilan) tahun sekali, kemudian dilanjutkan dengan ritual adat “basuah benih” sebanyak 3 (tiga) kali dalam kurung waktu sembilan tahun, lalu dilanjutkan lagi dengan upacara menundang padi. 
b)   Peserta Ritual Adat Menundang Padi dan Benih
1.    Pelaksanaan menundang padi sebanyak 8 (delapan orang), terdiri dari empat bujang dan 4 gadis.
2.  Peserta lainnya terdiri dari anak cucu Puyang Pagaruyung, Pemuka-pemuka Adat, Pemuka-pemuka Agama, Cendikiawan, dan masyarakat lainnya.

1.2.         Tujuan dilaksanakannya Menundang padi dan Benih
A.   Tujuan Khusus
1.   Mematuhi perintah nenek moyang yang secara turun temurun diwariskan kepada anak cucunya.
2.    Menjunjung tinggi akan manfaat padi demi kelangsungan hidup manusia.
3.    Mengingatkan kepada manusia agar selalu taat dan patuh terhadap Sang Pencipta.

B.    Tujuan Umum
1.  Menumbuhkan kegairahan masyarakat untuk melestarikan budaya dan nilai-nilai budaya daerah yang merupakan bagian dari kekayaan budaya daerah
2.    Memelihara dan mengembangkan kesenian daerah serta mengawasi dan menjaring masuknya unsur kesenian asing yang tidak sesuai dengan kebudayaan dan kesenian daerah.
3. Memelihara, membina dan mengembangkan tradisi-tradisi yang positif untuk mendorong pembangunan.
4.  Mengenalkan dan menyebarluaskan serta mengangkat nilai-nilai budaya daerah kepada masyarakat sebagai objek wisata yang merupakan sumber pendapatan daerah.
5.   Sebagai wahana sosialisasi keberhasilan bidang pertanian dalam hal Panca Usaha Tani, dimana salah satu kegiatannya adalah pemilihan dan penentuan bibit unggul.
6.     Menggalakan pola kerja dalam bercocok tanam dengan membiasakan pemilihan bibit unggul.
1.3.         Rangkaian Ritual Kegiatan
Sebelum proses ini dimulai, akan ditampilkan dengan beberapa tarian yakni: tari Napah, dan tari Sekapur Sirih yang merupakan tari penyambutan tamu penting. Kegiatan Nundang padi akan diawali dengan para raja yang memimpin pada masa itu menduduki singgasana mereka dan dikawal oleh pengawal para raja.

Setelah raja duduk di singgasana, maka akan dilanjutkan dengan arak-arakan oleh masyarakat sambil membawa jambar dan benih padi untuk dibawa menuju ke balai masyarakat dan kemudian disatukan dengan induk padi.
Sebagai pertanda dimulainya proses ritual Nundang padi. Sebelum dinundang benih dan indung padi tersebut dibacakan doa-doa mantra oleh sang raja tertua dan setelah itu benih beserta induk padi dicampur.
Benih-benih padi yang telah dicampur akan dihitung sebelum masuk ke tempat dundangan dan terus diayun oleh anak-anak yang masih suci selama 3 hari 3 malam lamanya tanpa henti.
a.    Acara inti dalam ritual kegiatan Menundang Padi dan Benih
Ø  Pembukaan (Hari pertama)
1.    Menghitung padi yang akan dimasukan ke dalam kas
2.    Acara memasukan padi ke dalam kas
3.    Pemasangan Kelambu
4.    Bujang dan gadis sebanyak 8 (delapan) orang mengolah padi dalam kelambu dengan cupak (takaran), selama tiga malam dan setiap malam dihitung sebanyak 3 (tiga) kali, yakni : pada pukul 22:00 WIB, pada pukul 01:00 WIB dan pada pukul 03:00 WIB.
5.    Pada saat bujang dan gadis sedang mengolah/memilih padi, mereka diiringi dengan permainan atau kesenian adat, yakni :
a.      Pada malam pertama dihibur dengan tari Sekapur Sirih, tari Gegerit, tari Napah, Tari Pedang, Tari Lampu.
b.   Pada malam kedua dihibur dengan Seni Dendang Mutus Tari. Seni dendang merupakan simbol persatuan dan kesatuan, serta kegembiraan masyarakat.
c.      Pada malam ketiga atau malam terakhir dalam ritual nundang padi, akan diadakan acara besurah yang dilakukan oleh raja untuk menceritakan asal mula ritual nundang padi yang merupakan salah satu rangkaian dalam proses ritual nundang padi. Pada malam ini juga dibacakan surat berzanji (sarafal anam).
Setelah proses Nundangan selesai, benih dikeluarkan dari tempat penundangan (pencampuran) dan dihitung kembali jumlah benih-benih tersebut. Saat dihitung ternyata jumlah benih-benih tersebut bertambah berkali-kali lipat banyaknya.
Selanjutnya benih-benih tersebut dicampur dengan darah kerbau yang dimaksudkan sebagai penyatuan pekerja keras dan kekuatan alam sebagai sumber penghidupan masyarakat. Kemudian benih-benih tersebut dibagikan kepada masyarakat dan siap untuk ditanam.

1 komentar:

Srivijaya Research mengatakan...

Pak fikri ini dapat riwayat dari cerita ya...... Yang ke selali itu Raja Malenggang alam, bukan Raja mangkoto alam..... Beliau ke selali itu sekitar tahun 1820

Posting Komentar