Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Semoga segala kebaikan tercurah kepada yang membacanya (Aamiin)
Kembali aku berpijak disini. Membunuh setiap detik berharga demi
satu perjalanan menembus zona waktu yang mengikis cepat masa.
Ya Allah, aku berada di pulau yaitu di provinsi sumut tempat para Penyiar Agama Allah Pertama Kali Di Nusantara, menyebarkan syariat
mulia dari seseorang yang namanya terpatri paling atas "100 orang yang
paling berpengaruh di dunia" dalam suatu buku tebal biru koleksi LRC
(Learning Resources Center) milik SMAku dulu.
Aku kini terpaku menatap layar laptop dihadapanku, di kota medan sumut tempat para
pejuang-pejuang tanah melayu deli dari segala kalangan mengukir abadi sejarah pertahanan
mereka saat pulau sumatera menjadi hamparan lahan perkebunan kolonial belanda, sekitar ratusan tahun sebelum
akhirnya ragaku terlepas dari fase alam rahim seorang wanita luar biasa
yang Kau jadikan salah satu bagian penting dalam setiap fraksi masa
kecilku, hingga saat ini.
Ya Allah, aku disini,.. Medan Sumut. satu dari sekian tempat di dunia
yang sempat kusebut dalam untaian asa yang mengawang tinggi menembus
cakrawala.
Alhamdulillah, Engkau jemput asaku dalam setiap doa yang mengalir di
setiap sujud terakhir sepertiga malam-Mu. Destinasi yang selaras dengan
kata polos namun suci harapan yang terucap, delapan belas tahun yang lalu.
Delapan belas tahun berlalu...
Tahun terakhir masa sekolah menengah atas di sudut kota kecil di Provinsi Bengkulu, Padang Kapuk Manna. Megah berdiri di lereng gunung tigau sebelah tebat kacil, tempat kubangan kebau atau kaput (babi hutan).
Dulu sering sekali aku para petani menggiring kerbau dan melihat babi hutan mandi kubangan di seblah sekolahku.
Disana aku menjadi pemimpi. Tak mengenal batas realistis. Bahkan hal-hal
konyol yang tidak akan kubahas disini juga menjadi salah satu elemen
mimpi besarku.
Aku sering bergelut dalam dimensi khayalanku.
Not only me, but also them.
Teman-temanku juga masing-masing menggantung mimpi besar mereka disini.
Mimpi yang serupa akan menjadi mimpi kita bersama. Hal-hal yang
tertulis dalam kesan pesan buku tahunan SMAku. Sedikit geli jika
mengingatnya kembali.
Aku merindukan tempat ini, sungguh...
Ya Allah
Se-'aneh' apapun asa yang menggantung disela embun pagi menggantung di pucuk-pucuk daun pohon mangga yang sering kutemui disana,
harapan itu masih suci, tulus, tanpa tendensi yang seringkali justru mengalun pahit penuh dusta. Dia selalu indah, menembus sekat realistis paling ujung sekalipun, melintasi samudra kemustahilan paling jelas sekaligus,
lantas saat terjatuh,
jatuhnya bagaikan si pengembala kerbau dengan ketabahan kerbau memberi hasil yang baik
Asa itu terpatri disini, Ya Allah. Engkau jemput yang terbaik, termasuk memautku di kota kenangan ini.
Ia menggumpal besar, kemudian terpecah, diversi ke segala arah. Satu
fraksi berharap-harap cemas merealisasikan masa depanku. Yang lainnya
mengisi ruang 'imajinasi' dalam jiwa kesederhanaan-indah yang fana,
namun abadi menjadi katalis sendi penggerak pacuan penyemangatku untuk
bisa berada di kota ini.
Sederhana tapi mengagumkan.
When i don't expect it as much as i want before. It starts fading,
and i don't really care 'bout it for several years. It just like my old
dreams come true.
Masih sanggupkah aku menggantung asa 'sehebat' dulu di kota impian ini,
Ya Allah? Engkau hampir selalu menakdirkan asaku berpaut di tempat ini,
hingga sekarang. Membiarkannya menggumpal dan berdiversi ke segala arah.
Kadang tersangkut pada hal-hal tak terduga, membuatnya seringkali
memacu perilaku paradoks tak terkendali dalam diriku.
Masih bisakah aku 'mendarat sempurna' saat aku harus terjatuh?
Ya Allah, Sesungguhnya hamba berserah pada-Mu dari segala sesuatu diluar pengendalian hamba.