RITUAL NUNDANG PADI di desa Selali Kecamatan Pino Raya Kab. Bengkulu Selatan
Kabupaten Bengkulu Selatan memiliki sebuah
ritual yang saat ini masih dijaga dengan baik oleh masyarakatnya, yakni :
ritual menundang padi dan benih yang dilakukan masyarakat di daerah Selali
Kecamatan Pino Raya Kabupaten Bengkulu Selatan. Sebab pada zaman dahulu
Kabupaten Bengkulu Selatan merupakan salah satu lumbung padi di Provinsi
Bengkulu, oleh karena itu sejak zaman dahulu masyarakat Bengkulu Selatan selalu
berusaha agar hasil panen padi mereka melimpah. Dan Sebelum melakukan proses
penanaman bibit, masyarakat Bengkulu Selatan selalu melaksanakan ritual menundang
padi dan benih. Konon ceritanya ritual ini dibawa oleh Raja Pagaruyung yang
berasal dari Tanah Minang dan pada ritual ini semua tarian tradisional Bengkulu
Selatan ditampilkan.
1.1 Riwayat
Singkat Raja Pagaruyung
Konon
kabarnya Raja Pagaruyung adalah keturunan Sultan Hidayatullah Iskandar
Zulkarnaen yang merupakan anak dari Sultan Hidayatullah.
Sultan
Hidayatullah Iskandar Zulkarnaen adalah Sultan yang menaruh kayu keramat, dan
kemudian dibagi menjadi tiga bagian :
1. Sebagian
diberikan kepada Sri Sultan Maharaja Alip yang mempunyai Kerajaan di dalam
Ruhum.
2. Sebagian
diberikan kepada Sri Sultan Maharaja Jepang yang turun ke negeri Cina.
3. Sebagian
tinggal kepada Sri Sultan Maharaja yang turun kepada Tanah Pagaruyung di dalam alam Minangkabau.
Anak Cucu yang tinggal di Minangkabu ada
tiga orang yang dinobatkan sebagi Raja, yaitu:
1. Seorang
Raja Adat di Pulau Emas ditetapkan di Pagaruyung (Sumatera Barat) dengan gelar
“Raja Mangkoto Alam”
2. Seorang
Raja di Tanah Ruhum, di sebelah kanan Pulau Emas dengan gelar “Raja Mengintar
Alam”
3. Seorang
Raja di Tanah Siam, disebelah kiri Pulau Emas dengan Gelar “Raja Malinggang
Alam”
Raja Mangkoto Alam merantau ke desa Selali
Kecamatan Pino Raya Bengkulu Selatan dan beristerikan orang Selali sampai
sekarang keturunannya masih banyak yang tinggal di desa Selali dan Sekitarnya,
antara lain : Bakri yang merupakan penerus tahta Raja Mangkoto Alam, Arpun yang
merupakan penerus tahtah Raja Limpar Alam, dan Wasilunmutminia yang merupakan
penerus tahta Raja Lindung Sari. Sedangkan daerah-daerah pengembaraan Raja
Pagaruyung semasa hidupnya adalah sebagai berikut:
Dari Minangkabau
beliau merantau ke Sungai Hitam, kemudian kembali lagi ke Minangkabau
selanjutnya ke sebelah Barat Jawa, ke Muko-muko, ke Rejang Bangkahulu, ke Ulu
Pino (Napalan), ke Talo (Teluk Merampuyan), ke negeri Rawa Kikim (Semendo
Barat), ke Banten, ke Ambon, ke Johor, ke Jawa, ke Bali, ke Palembang, ke
Pasmah, ke Semendo, ke Tanah Anak Gumai (Pino), ke Tanjung Raya (Tungkal), ke
Musi Empat Lawang, ke Teluk Indera Giri, ke Rawa Si Kelawi (Lampung), ke Kuto Sembilan Laras
(Palembang), ke Tanjung Sungai Ngeang (Sumatra Barat), kemudian mengahadap raja
Muda lalu ke tanah Aceh dan kembali lagi ke Selali (Pino Raya) beristerikan
orang Selali dan menetap di desa tersebut.
a)
Sejarah
Timbulnya Ritual Menundang Padi dan Benih
Menurut Alkisah sejarah terjadinya upacara
Adat Menundang Padi dan Benih berawal dari kisah Adam dan Hawa saat diturunkan
ke dunia akibat melanggar larangan Allah.
Ketika
tiba di alam dunia mereka tidak tahu harus berbuat apa untuk memenuhi tuntunan
jasmani, baru terasa oleh Adam dan Siti Hawa setelah tiba di alam dunia. Oleh
sebab itu Adam memohon kepada Allah. kemudian Allah menurunkan sebutir biji
padi yang besar dan harus didundang dalam laut Senggiringan di Seribu Pintu
Ngatus oleh Peruli (dewa) Sembilan.
Setelah
didundang (dibersihkan/dikembangkan) timbulah 5 (lima) biji padi kecil-kecil
yang oleh Peruli Sembilan diberi nama :
1.
Padi Saleah (aneh)
2.
Padi Saleah Kecil (harum baunya)
3.
Padi Serasai (padi kemang/bersih)
4.
Padi Cina (tidak kelihatan)
5.
Padi Pulut (ketan)
Dari kelima jenis padi inilah diperkirakan
oleh Peruli Sembilan sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup Adam dan Hawa
beserta keturunannya.
Oleh karena itu Puyang yang datang dari
Minangkabau merasakan bahwa padi adalah sangat penting dan tinggi nilainya
dalam kehidupan manusia. Untuk menghormati dan menghargai padi diperintahkan
kepada segenap anak cucunya untuk melakukan kegiatan menundang padi dan benih.
Acara menundang padi dilaksanakan selama 9 (sembilan) tahun sekali, kemudian
dilanjutkan dengan ritual adat “basuah benih” sebanyak 3 (tiga) kali dalam
kurung waktu sembilan tahun, lalu dilanjutkan lagi dengan upacara menundang
padi.
b)
Peserta
Ritual Adat Menundang Padi dan Benih
1. Pelaksanaan
menundang padi sebanyak 8 (delapan orang), terdiri dari empat bujang dan 4
gadis.
2. Peserta
lainnya terdiri dari anak cucu Puyang Pagaruyung, Pemuka-pemuka Adat, Pemuka-pemuka Agama, Cendikiawan, dan masyarakat lainnya.
1.2.
Tujuan
dilaksanakannya Menundang padi dan Benih
A. Tujuan
Khusus
1. Mematuhi
perintah nenek moyang yang secara turun temurun diwariskan kepada anak cucunya.
2. Menjunjung
tinggi akan manfaat padi demi kelangsungan hidup manusia.
3. Mengingatkan
kepada manusia agar selalu taat dan patuh terhadap Sang Pencipta.
B. Tujuan
Umum
1. Menumbuhkan
kegairahan masyarakat untuk melestarikan budaya dan nilai-nilai budaya daerah
yang merupakan bagian dari kekayaan budaya daerah
2. Memelihara
dan mengembangkan kesenian daerah serta mengawasi dan menjaring masuknya unsur
kesenian asing yang tidak sesuai dengan kebudayaan dan kesenian daerah.
3. Memelihara,
membina dan mengembangkan tradisi-tradisi yang positif untuk mendorong
pembangunan.
4. Mengenalkan
dan menyebarluaskan serta mengangkat nilai-nilai budaya daerah kepada
masyarakat sebagai objek wisata yang merupakan sumber pendapatan daerah.
5. Sebagai
wahana sosialisasi keberhasilan bidang pertanian dalam hal Panca Usaha Tani,
dimana salah satu kegiatannya adalah pemilihan dan penentuan bibit unggul.
6. Menggalakan
pola kerja dalam bercocok tanam dengan membiasakan pemilihan bibit unggul.
1.3. Rangkaian
Ritual Kegiatan
Sebelum
proses ini dimulai, akan ditampilkan dengan beberapa tarian yakni: tari Napah,
dan tari Sekapur Sirih yang merupakan tari penyambutan tamu penting. Kegiatan Nundang padi akan diawali dengan
para raja yang memimpin pada masa itu menduduki singgasana mereka dan dikawal
oleh pengawal para raja.
Setelah
raja duduk di singgasana, maka akan dilanjutkan dengan arak-arakan oleh
masyarakat sambil membawa jambar dan benih padi untuk dibawa menuju ke balai
masyarakat dan kemudian disatukan dengan induk padi.
Sebagai
pertanda dimulainya proses ritual Nundang padi. Sebelum dinundang benih dan
indung padi tersebut dibacakan doa-doa mantra oleh sang raja tertua dan setelah
itu benih beserta induk padi dicampur.
Benih-benih
padi yang telah dicampur akan dihitung sebelum masuk ke tempat dundangan dan
terus diayun oleh anak-anak yang masih suci selama 3 hari 3 malam lamanya tanpa
henti.
a. Acara
inti dalam ritual kegiatan Menundang Padi dan Benih
Ø Pembukaan
(Hari pertama)
1. Menghitung
padi yang akan dimasukan ke dalam kas
2. Acara
memasukan padi ke dalam kas
3. Pemasangan
Kelambu
4. Bujang
dan gadis sebanyak 8 (delapan) orang mengolah padi dalam kelambu dengan cupak
(takaran), selama tiga malam dan setiap malam dihitung sebanyak 3 (tiga) kali,
yakni : pada pukul 22:00 WIB, pada pukul 01:00 WIB dan pada pukul 03:00 WIB.
5. Pada
saat bujang dan gadis sedang mengolah/memilih padi, mereka diiringi dengan
permainan atau kesenian adat, yakni :
a. Pada
malam pertama dihibur dengan tari Sekapur Sirih, tari Gegerit, tari Napah, Tari
Pedang, Tari Lampu.
b. Pada
malam kedua dihibur dengan Seni Dendang Mutus Tari. Seni dendang merupakan
simbol persatuan dan kesatuan, serta kegembiraan masyarakat.
c. Pada
malam ketiga atau malam terakhir dalam ritual nundang padi, akan diadakan acara
besurah yang dilakukan oleh raja untuk menceritakan asal mula ritual nundang padi
yang merupakan salah satu rangkaian dalam proses ritual nundang padi. Pada
malam ini juga dibacakan surat berzanji (sarafal anam).
Setelah
proses Nundangan selesai, benih dikeluarkan dari tempat penundangan (pencampuran)
dan dihitung kembali jumlah benih-benih tersebut. Saat dihitung ternyata jumlah
benih-benih tersebut bertambah berkali-kali lipat banyaknya.
Selanjutnya
benih-benih tersebut dicampur dengan darah kerbau yang dimaksudkan sebagai
penyatuan pekerja keras dan kekuatan alam sebagai sumber penghidupan
masyarakat. Kemudian benih-benih tersebut dibagikan kepada masyarakat dan siap
untuk ditanam.